Dwi Cheppy Dharmawan's

Sungkan Mengutip

1 comment
Dunia maya Indonesia beberapa minggu terakhir diramaikan oleh seorang remaja yang konon memiliki pemikiran kritis. Remaja tersebut mengkritisi kondisi bangsa ini dengan tulisan yang luar biasa untuk usia seumurannya. Bahkan dia sempat diundang oleh presiden kita ke Istana dan menjadi bintang tamu salah satu acara talkshow di televise. Namun pemikiran kritis bukan hanya milik remaja itu, netizen ternyata lebih kritis dengan menemukan data bahwa sebenarnya apa yang ditulis remaja itu hanyalah ‘copy’, ganti sedikit kata dan ‘paste’ atas namanya.

Setelah ramai pemberitaan tentang ditemukan data bahwa dia melakukan hal tersebut, akhirnya remaja itu meminta maaf atas perbuatannya. Namun sayang, dia hanya mengakui sedikit kesalahannya. Dia mengaku hanya ada 1 tulisan saja padahal netizen berhasil menemukan bukti untuk tulisan lainnya.

Apa kamu malu ngaku mengutip?

Mengutip, sepertinya masih dianggap sebagi hal yang memalukan. Masih ada orang-orang yang sungkan untuk mengaku mengutip dalam karyanya. Alasannya beraneka ragam, mulai sekedar malas, gak tau sampai parahnya gengsi.  Alasan malas ini sebenernya erat banget sebenernya sama gak tau. Gak tau itu sumber aslinya dari mana terus males juga buat nyari taunya karena ga ngerasa itu penting. Kemudian kebangetannya lagi kalau alesannya gengsi. Alasan ini kebangetan karena bisa dibilang motif dia kaya gitu cuma pengen dianggap hebat. Padahal ketika dia menuliskan suatu tulisan atau karya yang berkualitas bersumber dari kutipan orang lain, maka orang juga bisa menilai dirinya memiliki selera yang bagus dan bisa menghargai karya orang lain.

Mengutip itu soal menghargai, menghargai karya intelektualitas seseorang. Suatu hal yang sangat mahal nilainya. Kenapa mahal? Karena proses penciptaanya tidaklah mudah. Mungkin kita bisa hanya mengambil semua kalimat dari tulisan seseorang disebuah artikel tapi proses lahirkan kalimat tersebut kita gak tau seberapa sulit. Pada sebuah karya puisi atau lagu misalnya, kita ga tau proses pendalaman suasana yang seperti apa sehingga bisa melahirkan kalimat itu. Sementara itu pada karya ilmiah kita gak tau kan berapa banyak buku atau sumber refrensi yang dia pelajari untuk bisa menyimpulkannya dalam sebuah kalimat. Saat kita mengutip kalimat tersebut berarti kita sudah menghargai usaha orang lain.

Gw jadi teringat pesan seorang dosen waktu kuliah. Pas semester-semester awal gw sering sekali mengeluarkan pendapat atau pernyataan yang sebenernya bersumber dari buku tanpa menyebutkan itu buku siapa atau pendapat siapa. Kemudian sekitar semester 3 gw mendapat teguran dari seorang dosen, setelah gw berpendapat dalam diskusi beliau berkata “pendapat kamu bisa saya terima kebenarannya kalau kamu bisa menyebutkan refrensinya”. Berhubung ingatan gw tidak terlalu bagus dan terbiasa untuk mengingat sumber pendapat maka gw gak bisa menyebutkannya. Lantas dosen gw sedikit tersenyum dan berkata “Selama ini pendapat kamu itu banyak yang benar dan memang ada dalam buku tapi jarang sekali kamu menghargai itu, kamu seharusnya hargai orang yang mengatakan atau menuliskan itu dengan menyebutkan namanya”. Beliau memberikan perumpamaan yang cukup telak “Coba kalau suatu saat kamu pernah nulis artikel bagus, terus temen kamu pake kalimat dari artikel kamu tanpa bilang itu pemikiran kamu terus setelah itu dia jadi terkenal karena kalimat itu, apa rasanya?”. Sebagian mungkin biasa saja, tapi selebihnya kan juga bisa kecewa dan sakit hati. Gak ada salahnya kan kita mencegah orang lain kecewa.

Secara ilmiah menyebutkan sumber kutipan menjadi hal yang sakral dan wajib. Pendapat seseorang bisa saja dipertanyakan jika orang tersebut dinilai tidak memiliki kompetensi yang sesuai. Misalnya seorang arsitek yang menjelaskan pengaruh kesehatan pada desain bangunan yang dirancangnya. Orang berhak saja tidak mempercayai penjelasan terkait kesehatan saat arsitek itu tidak menyebutkan dari mana sumber pendapatnya tersebut. Selanjutnya dengan mengutip juga kita jadi punya data untuk memperkuat argument tanpa perlu melakukan penggalian data. Kembali pada konteks arsitek tadi, dia cukup dengan mengatakan menurut siap berdasarkan penelitianya, maka dia gak perlu penelitian dulu supaya orang bisa percaya dan sebagai pembuktiannya.
Next PostPosting Lebih Baru Previous PostPosting Lama Beranda

1 komentar: