Dunia maya Indonesia
beberapa minggu terakhir diramaikan oleh seorang remaja yang konon memiliki
pemikiran kritis. Remaja tersebut mengkritisi kondisi bangsa ini dengan tulisan
yang luar biasa untuk usia seumurannya. Bahkan dia sempat diundang oleh
presiden kita ke Istana dan menjadi bintang tamu salah satu acara talkshow di televise.
Namun pemikiran kritis bukan hanya milik remaja itu, netizen ternyata lebih
kritis dengan menemukan data bahwa sebenarnya apa yang ditulis remaja itu
hanyalah ‘copy’, ganti sedikit kata dan ‘paste’ atas namanya.
Setelah ramai pemberitaan
tentang ditemukan data bahwa dia melakukan hal tersebut, akhirnya remaja itu
meminta maaf atas perbuatannya. Namun sayang, dia hanya mengakui sedikit
kesalahannya. Dia mengaku hanya ada 1 tulisan saja padahal netizen berhasil
menemukan bukti untuk tulisan lainnya.
Apa kamu malu ngaku mengutip?
Mengutip, sepertinya
masih dianggap sebagi hal yang memalukan. Masih ada orang-orang yang sungkan untuk mengaku
mengutip dalam karyanya. Alasannya beraneka ragam, mulai sekedar malas, gak tau
sampai parahnya gengsi. Alasan malas ini
sebenernya erat banget sebenernya sama gak tau. Gak tau itu sumber aslinya dari
mana terus males juga buat nyari taunya karena ga ngerasa itu penting. Kemudian
kebangetannya lagi kalau alesannya gengsi. Alasan ini kebangetan karena bisa
dibilang motif dia kaya gitu cuma pengen dianggap hebat. Padahal ketika dia
menuliskan suatu tulisan atau karya yang berkualitas bersumber dari kutipan
orang lain, maka orang juga bisa menilai dirinya memiliki selera yang bagus dan
bisa menghargai karya orang lain.
Mengutip itu soal
menghargai, menghargai karya intelektualitas seseorang. Suatu hal yang sangat
mahal nilainya. Kenapa mahal? Karena proses penciptaanya tidaklah mudah.
Mungkin kita bisa hanya mengambil semua kalimat dari tulisan seseorang disebuah
artikel tapi proses lahirkan kalimat tersebut kita gak tau seberapa sulit. Pada
sebuah karya puisi atau lagu misalnya, kita ga tau proses pendalaman suasana
yang seperti apa sehingga bisa melahirkan kalimat itu. Sementara itu pada karya
ilmiah kita gak tau kan berapa banyak buku atau sumber refrensi yang dia
pelajari untuk bisa menyimpulkannya dalam sebuah kalimat. Saat kita mengutip
kalimat tersebut berarti kita sudah menghargai usaha orang lain.
Gw jadi teringat
pesan seorang dosen waktu kuliah. Pas semester-semester awal gw sering sekali
mengeluarkan pendapat atau pernyataan yang sebenernya bersumber dari buku tanpa
menyebutkan itu buku siapa atau pendapat siapa. Kemudian sekitar semester 3 gw
mendapat teguran dari seorang dosen, setelah gw berpendapat dalam diskusi
beliau berkata “pendapat kamu bisa saya
terima kebenarannya kalau kamu bisa menyebutkan refrensinya”. Berhubung
ingatan gw tidak terlalu bagus dan terbiasa untuk mengingat sumber pendapat
maka gw gak bisa menyebutkannya. Lantas dosen gw sedikit tersenyum dan berkata “Selama
ini pendapat kamu itu banyak yang benar dan memang ada dalam buku tapi jarang
sekali kamu menghargai itu, kamu seharusnya hargai orang yang mengatakan atau
menuliskan itu dengan menyebutkan namanya”. Beliau memberikan perumpamaan yang
cukup telak “Coba kalau suatu saat kamu pernah nulis artikel bagus, terus temen
kamu pake kalimat dari artikel kamu tanpa bilang itu pemikiran kamu terus
setelah itu dia jadi terkenal karena kalimat itu, apa rasanya?”. Sebagian
mungkin biasa saja, tapi selebihnya kan juga bisa kecewa dan sakit hati. Gak
ada salahnya kan kita mencegah orang lain kecewa.
Secara ilmiah
menyebutkan sumber kutipan menjadi hal yang sakral dan wajib. Pendapat
seseorang bisa saja dipertanyakan jika orang tersebut dinilai tidak memiliki
kompetensi yang sesuai. Misalnya seorang arsitek yang menjelaskan pengaruh
kesehatan pada desain bangunan yang dirancangnya. Orang berhak saja tidak
mempercayai penjelasan terkait kesehatan saat arsitek itu tidak menyebutkan
dari mana sumber pendapatnya tersebut. Selanjutnya dengan mengutip juga kita
jadi punya data untuk memperkuat argument tanpa perlu melakukan penggalian
data. Kembali pada konteks arsitek tadi, dia cukup dengan mengatakan menurut siap
berdasarkan penelitianya, maka dia gak perlu penelitian dulu supaya orang bisa
percaya dan sebagai pembuktiannya.
setuju sekali dengan tulisan ini
BalasHapusAXIS